RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

YANG TAMAK DI JALUR WIMAX

Tahun 2009, industri manufactur dalam negeri hanya mendapat 3% dari total belanja modal di sector telekominikasi yang mencapai Rp 45 Triliun lebih. Padahal kesiapan industri dalam negeri bias memberikan efek ganda pada perekonomian, seperti serapan tenaga kerja, investasi, dan penghematan devisa.

Tender Broadband Wireless Acess (BWA) misalnya, yang sudah menghasilkan pemenang dan bakal jadi penyedia layanan tersebut. Saying, masih ada pertentangan antara pemeritah dengan pemenang tender. Pengadaan perangkat jadi salah satu isu yang mencuat terkait dampaknya terhadap belanja modal telekomunikasi.

Mendesaknya implementasi BWA memang berhubungan dengan beberapa hal seperti upaya mengejar ketertinggalan akses internet, serta disebut-sebut bias mngoptimalkan Universal Dervice Obligation (USO). Termasuk menunjang pertumbuhan industri komponen local.

BWA adalah tehnologi akses yang dapat menawarkan layanan data atau internet berkecepatan tinggi via media nirkabel. BWA yang mengandalkan Worldwide Access (Wimax) memerlukan investasi lebih kecil ketimbang 3G namun menunjang kecepatan akses lebih baik.

Sayangnya, realisasi Wimax sepertinya bakal tertunda lagi. Dari delapan perusahaan pemenang tender, hanya Telkom Indonesia. Indosat Mega Media (IM2) dan First Media yang serius membayar up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekunsi tahun pertama untuk penyelenggaraan di pita 2,3 GHz.

Ternyata berhembus kabar tak sedap, sebagian pemenang tender enggan membayar karena belum yakin dengan perangkat jaringan Wimax local. Di sisi lain, pemerintah optimistis dengan kesiapan Wimax local versi BWA Nomadic 16.d yang dianutnya.

Alasan pemerintah memilih 16.d adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Masalahnya, vendor jaringan asing berkilah versi tersebut tidak sesuai Wimax Forum yang mengusung BWA Mobile 16.e.

Kondisi ini erat hubungannya dengan target pemerintah bahwa indistri telekomunikasi harus mampu menyerap produk local minimal 30% dari belanja modal. Hal mengacu pada peraturan pemerintah tentang pendapatan Negara bukan pajak (PP PNBP) No.7/2009.


Dalam PP No.7/2009 itu disebutkan bahwa bila CAPEX operator tidak mencapai 30% untuk belanja konten local akan dikenakan pinalti sesuai PP Denda yang tengah disiapkan pemerintah.

Pemanfaatan konten dalam negeri bias memacu keterkaitan investor local untuk membangun pabrik perangkat telekomunikasi. Juga nantinya bakal mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.

Dampak positifnya terbukanya lapangan kerja baru, investasi tak akan lari ke luar negeri dan teknologi dalam negeri kian berkualitas dan meningkat sesuai kebutuhan pasar. Saat ini, penyerapan konten local relative kecil 5 – 15% dan sisanya masih dikuasai asing.

Meruntut ke belakang, data yang dilansir Ditjen Postel pada kurun 2004-2005, kontribusi manufaktur asli Indonesia hanya sekitar 0,1-0,7% dari belanja modal Rp 40 triliun. Ini berarti kontribusi konten local hanya Rp 1,2 hingga Rp 8,4 miliar.

Inisiatif pemerintah mendukung konten local ternyata tak disambut baik sebagian pemenang tender BWA. Mereka tetap ngotot memaksakan penggunaan Wimax 16.e yang notabene berorientasi pada terbangnya belanja modal ke luar negeri. Pasalnya, kebutuhan impor pengayaan perangkat penunjang Wimax 16.e masih sangat tinggi.

Untung pemerintah menolak dengan tegas upaya tersebut. Langkah mewajibkan penggunaan kandungan local sebesar 35% belanja modal dan 50% belanja operasional operator penyelenggara layanan 3G dan Wimax memang bukan sesuatu yang bisa ditawar-tawar lagi.

Data Departemen Perindustrian menyebutkan, produksi sejumlah peralatan telekomunikasi telah mulai berkembang. Mulai dari kabel serat optic, perangkat satelit, radar, stasiun bumi, BWA/Wimax, dan tower.

Intinya, bukan masalah Wimax 16.d atau 16.e yang harus didukung, tapi pengurangan belanja perangkat telekomunikasi ke vendor asing yang seharusnya menjadi isu penting, guna mendorong kemampuan konten lokal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: